468x60

  • Blockquote

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Duis non justo nec auge

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

Micro Teaching

Minggu, 29 April 2012

KELOMPOK 7

Observasi :
            Observasi pertama dilakukan pada tanggal 15 April 2012 . Kelompok mencoba sensasi baru dengan mengumpulkan anak – anak berumur sekitar 6 – 10 tahun di rumah terdekat lalu kelompok mengunjungi salah satu rumah murid untuk melihat dan mencari tahu kesulitan – kesulitan pelajaran yang mereka hadapi di sekolah. Berdasarkan hasil observasi kelompok mengetahui bahwa kesulitan pelajaran yang mereka hadapi di sekolah adalah pelajaran bahasa inggris, matematika dan kewarganegaraan. Dari ketiga pelajaran tersebut, yang menjadi masalah utama adalah bahasa Inggris, sedangkan pelajaran lainnya hanya ditemui pada beberapa murid. Kelompok memutuskan untuk mengajarkan bahasa inggris pada mereka dikunjungan pertama untuk mengetahui sejauh mana pmahaman mereka dikarenakan kelompok melihat mereka cukup lemah dalam berbahasa inggris. Dan kelompok merasa penting bahwa mereka perlu mengetahui lebih baik dalam berbahasa inggris dengan bahasa inggris yang sudah menjadi bahasa internasional akan memudahkan mereka dalam proses pembelajaran. Kelompok melakukan kunjungan kedua pada hari Sabtu, 21 April 2012 dengan tujuan untuk melihat sejauh mana perkembangan mereka.  

Perencanaan 
Konsep micro teaching
1. Landasan Teori
Mulai abad 21, proses pembelajaran dengan konsep micro teaching sudah sangat populer di dunia pendidikan, tetapi kebanyakan para pendidik kurang memahami makna pendidikan. Mereka selama ini hanya sebatas melakukan tugas mereka sebagai pengajar dan melupakan tugas utama mereka sebagai pendidik dan pembimbing. Untuk itulah, perlu diluruskan kembali makna dari proses pendidikan. Oleh karena itu, kami berusaha memahami konsep micro teaching melalui teori guru yang baik, seni dan ilmu mengajar serta paedagogi praktis. Seperti yang diketahui, paedagogi praktis tidak hanya mengetahui apa yang dituliskan di teori tapi dengan mengaplikasikannya dengan melaksanakan micro teaching ini. Bagi pendidik, paedagogi praktis tidak hanya berbicara mengenai seni mengajar melainkan juga mendorong banyak pendidik untuk mendesain ulang pemahaman akan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan kemajuan zaman. Pendidik harus mempertimbangkan pemberdayaan siswa sebagai penyambung generasi masa depan. Dengan adanya pedagogi praktis,maka konsep pedagogi yang abstrak bisa menjelma menjadi pedagogi yang konkrit yang artinya tidak hanya sekedar dipahami tetapi juga bagaimana cara mengaplikasikannya. Bagi peserta didik,mereka menjadi mampu memahami pedagogi yang konkrit ini dengan bimbingan guru yang baik.
Adapun ciri-ciri guru yang baik itu antara lain:
  •  Memiliki kesadaran akan tujuan
  • Memiliki harapan akan keberhasilan bagi semua siswa
  • Mentoleransi ambiguitas
  • Menunjukkan kemampuan beradaptasi dan berubah untuk memenuhi kebutuhan siswa
  • Merasa kurang nyaman jika kurang mengetahui
  • Mencerminkan komitmen pada pekerjaan mereka
  • Belajar dari berbagai model
  • Menikmati pekerjaan dan siswa mereka sendiri.


Untuk menjadi guru yang baik maka pendidik seharusnya memilik beberapa kualitas seperti berikut :
  • ·         Confidence
  • ·         Patience
  • ·         True compassion for their students
  • ·         Understanding
  • ·         The ability to look at life in a different way and to explain a topic in a different    way
  • ·         Dedication to excellence
  • ·         Unwavering support
  • ·         Willingness to help student achieve
  • ·         Pride in student’s accomplishments
  • ·         Passion for life


Apabila seorang guru sudah memilik beberapa ciri-ciri di atas,seorang guru tidak dituntut untuk hanya bisa memiliki pengetahuan teoritis yang tinggi. Tetapi seorang guru juga harus memiliki seni dalam ilmu mengajar. Maksudnya pendidik mampu memahamkan teori kepada peserta didiknya dengan cara yang unik dan menyenangkan. Interaksi yang terjadi diantara peserta didik dan pendidik tidak monoton. Maksudnya dalam proses pendidikan tidak hanya berasal dari guru saja tetapi bisa di dapat dari banyak cara. Dalam proses belajar-mengajar seorang guru tidak hanya ‘asik’ sendiri dalam proses pembelajaran. Tetapi mengajak siswanya untuk ikut berpikir.
Selain itu, dalam proses micro teaching seorang guru yang sudah memenuhi ciri-ciri di atas, maka dalam hal meningkatkan motivasi peserta didik, pendidik dapat memberikan reward, baik berupa  hadiah maupun pujian. Pendidik senantiasa tersenyum walaupun peserta didik membuat kesalahan agar mereka tidak merasa diremehkan.  
2. Lokasi
Jl. Dr. Mansyur, Gang Sipirok No. 8C
3. Waktu
Minggu, 15 April 2012 pukul 15.00 – 18.00
Sabtu, 21 April 2012 pukul 12.05 – 15.00
4. Rencana Kegiatan
Minggu, 15 April 2012
·         15.00 – 15.20 perkenalan
·         15.20 – 17.50 micro teaching
·         17.50 – 18.00 penutupan
Sabtu, 21 April 2012
·         12.10 12.20 perkenalan
·         12.20 – 14.45 micro teaching
·         14.45 – 15.00 penutupan
5. Perlengkapan
·         Handy cam
·         Kamera
·         Alat tulis
6. Perincian Biaya
·         Ongkos : 6000 x 7 = 42.000
·         Reward : 5000 x 4 = 20.000
Jumlah = Rp 62.000,00

Pelaksanaan
            Pelaksanaan micro teaching kelompok kami sesuai dengan perencanaan yang telah kami rencanakan. Kami melakukan kegiatan micro teaching di salah satu rumah di Jalan Dr. Mansyur Gg. Sipirok no.8c dengan mengumpulkan anak-anak berumur sekitar  6-10 tahun (kelas I, IV, V SD). Kunjungan pertama kami laksanakan pada hari Minggu,15 April 2012. Setiba di lokasi kami memulai pembicaraan dengan orangtua murid dan murid untuk membangun rapport. Setelah rapport mulai terbentuk dan anak sudah mulai bisa untuk menerima kami, kami pun langsung memulai proses mengajar. Awalnya kami mengajar murid satu per satu yang terdiri dari Ferdy, Ata, dan Nila serta membantu mereka memahami dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru mereka di sekolah. Keempat orang teman kami ( Weillun, Steven, Eva, dan Fauzi) melihat dan mencari tahu kesulitan pelajaran yang mereka hadapi di sekolah. Kami menemukan bahwa mereka mengalami kesulitan pada pelajaran bahasa Inggris, Kewarganegaraan, dan Matematika. Akan tetapi, pelajaran yang paling tersulit untuk mereka bertiga adalah bahasa Inggris hingga pada akhirnya kami memutuskan untuk mengajarkan pelajaran tersebut kepada ketiga murid ini di kunjungan kedua
Kunjungan kedua kami laksanakan pada hari Sabtu, 21 April 2012. Kami memulai perjalanan dari kampus ke lokasi pada jam 12 siang dan tiba di sana sekitar jam 12.10. Setiba di lokasi kami juga memulai pembicaraan dengan orangtua murid dan murid. Di kunjungan kedua ini kami sudah melaksanakan proses micro teaching. Dalam pelaksanaan micro teaching ini,  kami mengajarkan ketiga peserta didik tersebut (Ferdi, Ata, dan Nila)  untuk berbicara dalam Bahasa Inggris (conversation). Kami mengajarkan mereka tentang bagaimana untuk memperkenalkan diri dalam bahasa Inggris. Ketiga orang teman kami yaitu Weillun, Steven, dan Putri membimbing mereka dengan penuh kesabaran. Dimulai dengan kata “Hi” untuk memperkenalkan diri dan menjelaskan kepada mereka arti dari kata tersebut. Lalu berlanjut dengan mengucapkan salam yaitu “Good Afternoon” sambil tetap menjelaskan arti dari kata tersebut. Lalu berlanjut lagi dengan alamat rumah, nama sekolah, kelas, cita-cita dan diakhiri dengan sapaan untuk mengakhiri pembicaraan. Dalam mengajarkan conversation ini, tiap anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk berbicara dan bila mereka berhasil mengucapkannya dengan benar kami akan bertepuk tangan dan tersenyum manis. Akan tetapi, bagi yang pengucapannya belum benar, kami tidak menghukum melainkan mengajarkan kembali kepada mereka bagaimana pengucapan yang benar hingga akhirnya mereka bisa mengucapkannya dengan benar.
Setelah selesai mengajarkan conversation tentang perkenalan diri, kami melanjutkan dengan belajar menyebutkan anggota tubuh dalam bahasa Inggris. Disini kami menunjuk salah satu bagian anggota tubuh dan mengatakan pada mereka nama anggota tubuh tersebut dalam bahasa Inggris dan meminta mereka untuk mengulangnya dengan tujuan supaya mereka dapat lebih mengingat nama tersebut. Misalnya Putri menunjuk hidung dan mengatakan “nose”, lalu menanyakan kembali kepada adik-adik tersebut sambil menunjuk hidung “ini apa adik-adik?” Lalu mereka menjawab “nose” dan begitu seterusnya. Dalam mengajarkan hal ini tentu saja kesabaran dibutuhkan karena kemampuan kognitif setiap orang berbeda-beda.Disamping itu untuk menghindari kebosanan selama proses micro teaching ini,  kami mengadakan kuis kecil-kecilan yang memberikan reward bagi yang berhasil menjawab apa yang ditanyakan. Hal ini tentu saja dapat meningkatkan motivasi peserta didik sehingga mereka lebih semangat lagi untuk mempelajari bahasa Inggris.
Oleh karena itu, bisa dilihat bahwa selama proses kegiatan micro teaching ini kami sebagai guru yang baik memiliki beberapa kualitas yaitu percaya diri yang ditunjukkan selama proses pengajaran, kesabaran, pemahaman, mendukung mereka sepenuhnya, dan memiliki kemauan untuk membantu mereka mencapai keberhasilan.

Laporan Kegiatan
            Dari mulai perencanaan dengan berdiskusi tentang konsep micro teaching kelompok, subjek yang menjadi target, dan landasan teori yang menjadi bukti empirik, hingga pada pelaksanaan yang cukup memuaskan menurut kelompok. Menurut kelompok, tanpa perencanaan yang matang serta anggota kelompok yang berkomitmen untuk menyelesaikannya, kelompok merasa ini pasti tidak akan selesai sesuai perencanaan yang sudah meliputi konsep, landasan teori, dan subjek paedagogi apabila ada satu saja kelompok yang tidak bertanggung jawab dan berkomitmen.
            Di dalam pelaksanaan, kelompok merasa tidak bisa sepenuhnya sesuai dengan rencana sebab tergantung individu yang akan kami terapkan konsep ini, namun semua itu tidak menjadi masalah sebab semua anggota bekerja sebagai satu tim yang berkontribusi sehingga bisa terlaksana micro teaching ini dengan baik dan tepat sasaran sesuai perencanaan. Dalam proses pelaksanaan, yang dimulai dari tahap observasi (perkenalan diri dengan subjek paedagogi kelompok) kelompok memulainya dengan “senyuman” dan “friendly approach” serta sering menyebutkan nama mereka saat proses micro teaching berlangsung dengan harapan bisa menimbulkan interaksi antara peserta didik dan pendidik. Obrolan singkat dengan peserta didik membuat kami mengetahui apa yang mereka butuhkan sehingga kelompok memutuskan untuk menyusun strategi apa yang sesuai dengan peserta didik demikian. Kelompok menggunakan konsep guru yang baik dimana sudah kelompok cantumkan dalam landasan teori. Sesuai dengan landasan teori kelompok sehingga kelompok mengaplikasikannya ke dalam micro teaching kali ini.
Beberapa dari ciri-ciri guru yang baik, yang sudah berhasil kelompok  terapkan dalam kegiatan micro teaching ini, yaitu:
a.         Memiliki kesadaran akan tujuan
Dalam kegiatan micro teaching ini kelompok sadar akan tujuan yang dimiliki. Tujuannya adalah dapat menambah pengetahuan mereka mengenai bahasa Inggris dan memudahkan mereka mempelajari bahasa Inggris sehingga dapat bermanfaat untuk ke depannya.
b.         Memiliki harapan akan keberhasilan bagi semua siswa
Seperti yang kita ketahui bahwa bahasa Inggris sudah menjadi bahasa Internasional, maka kami sangat berharap dengan pelajaran yang kami ajarkan ini dapat bermanfaat untuk keberhasilan mereka dalam mencapai cita-cita.
c.         Mencerminkan komitmen pada pekerjaan mereka
Kelompok berkomitmen untuk mengajar dengan baik dan mengeluarkan kemampuan sepenuhnya untuk mengajar mereka sesuai dengan kemampuan yang dimiliki semksimal dan seoptimal mungkin.
d.         Menikmati pekerjaan dan siswa
Kelompok sangat enjoy dalam membawakan materi bahasa Inggris kepada mereka. Kelompok menikmati proses dan juga interaksi yang terjadi diantara pendidik dengan mereka semua. Walaupun cukup susah dalam mengajarkan materi tersebut kepada mereka, tapi pendidik terus berusaha untuk memahamkan materi tersebut kepada mereka. Hal tersebut karena pendidik sangat menikmati tugas mengajar tersebut dan tidak lupa dicerminkan dalam bentuk perilaku sehingga mereka merasakan kesungguhan pendidik dalam proses belajar mengajar.
Hasil Pelaksanaan
Hasilnya adalah ketika diuji pada saat setelah pendidik selesai menjalankan tugasnya, dibentuklah sebuah kuis untuk menguji mereka dengan cara yang menyenangkan dan asik, yaitu dengan memberikan reward bagi yang berhasil maupun yang tidak berhasil menjawabnya dimana yang berhasil mendapat lebih banyak daripada yang tidak berhasil.
Namun yang menjadi pusat perhatian kelompok, bukanlah seberapa banyak hadiah yang dapat mereka terima, tetapi proses belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan bagi mereka sehingga memahami materi yang pendidik sampaikan dengan perasaan senang. Dan alhasil, pendidik berhasil membuat suasana belajar yang menyenangkan, mereka tidak hanya mampu menjawab dengan berani, tetapi terlihat senyuman rasa senang dan percaya diri yang tersirat dalam wajah dan mata mereka dimana pada awalnya kelompok tidak melihatnya. Ternyata bila mengerjakan sesuatu dengan sungguh-sungguh, orang lain yang menjadi objek perilaku dapat merasakan pengaruhnya.
Pendidik dalam kelompok kami yang dengan sabar mengajarkan materi pada mereka, menetapkan tujuan dari awal sebelum memberikan materi untuk dipelajari pendidik, selalu memberikan harapan pada peserta didiknya, berusaha meningkatkan motivasi, tidak merendahkan kemampuan mereka, berusaha mengerti apa yang sebenarnya yang diinginkan dan dibutuhkan oleh peserta didik. Di usia mereka yang tergolong “children” dimana anak – anak pada usia ini sudah bisa mengerjakan sesuatu dengan kemampuan sendiri, dalam hal ini melihat apakah mereka bisa mengembangkan sifat “autonomy” ataukah “shame and doubt”. Pendidik meilhat apapun yang dapat diselesaikan peserta didik selalu dihargai dengan benar dan tepat, jadi jika mereka memang “benar” maka mendapat pujian yang pantas, namun tetap jika mereka “salah” atau “kurang tepat” mereka tidak dibentak atau dikatain, tetapi tetap mendapat pujian bahwa mereka hamper benar tinggal sedikit lagi. Dengan melakukan ini, kelompok berharap bisa mengembangkan sifat “autonomy” dalam diri daripada “shame and doubt”. Tidak lupa seiring dengan keberhasilan ataupun ketidakberhasilan mereka, pendidik tetap memberikan yang terbaik buat peserta didiknya.
Dengan menerapkan itu semua, kelompok bisa membangkitkan semangat belajar mereka dimana terbukti dalam kunjungan kedua kelompok, peserta didiknya menjadi sedikit rajin dan mulai terlihat percaya diri mulai menunjukkan rasa ingin tahu mereka dimana pada saat kunjungan pertama mereka tidak memberikan pertanyaan sebelum ditanyaain. Ada perbedaan kunjungan pertama dengan kunjungan kedua walupun tidak terlalu signifikan, tetapi tetap terjadi perubahan, dan tentunya kea rah yang lebih baik, kelompok berharap pendidik pada abad 21 ini lebih memerhatikan apa yang diinginkandan dibutuhkan peserta didik, selalu melihat sudut pandang peserta didiknya dan selalu memberikan dukungan untuk peserta didiknya untuk berkembang sesuai dengan potensi atau bakat yang dimiliknya dengan tidak menjatuhkan peserta didiknya. “Children” bisa melihat “kesungguhan” kita walaupun usiannya yang masih muda. Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah dalam memberikan didikan kepada peserta didik agar mereka tahu bahwa kita memberikan yang terbaik untuk diri mereka, karena memang seperti beginilah seharusnya tugas dan tanggung jawab seorang pendidik. 





Testimoni UTS

Kamis, 12 April 2012










UTS Paedagogi

Minggu, 08 April 2012

Paedagogi, TIK, dan Fenomena Kontemporer

Sabtu, 07 April 2012
Untuk sebagian besar selama dua dekade kita telah keliru karena energi kita berfokus pada pembelajaran perangkat lunak yang baru dan fungsi alat-alat baru dengan terlalu sedikit perhatian untuk paedagogi. Dalam beberapa dekade terakhir banyak sekolah telah berjanji bahwa jaringan sekolah sering dikombinasikan dengan penggunaan teknologi baru yang akan merevolusi kelas dan membawakan sebuah renaisans belajar.



Di banyak Negara, promosi penggunaan laptop untuk siswa sudah menjadi semacam mode. Bahkan di Indonesia, sebuah organisasi pernah mencanangkan 1 guru 1 laptop.
Belajar tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial dan budaya. Siswa belajar lebih baik ketika mereka merasa diterima, menikmati hubungan positif dengan sesame siswa dan guru, dan ketika mereka dapat menjadi aktif, terlibat sebagai anggota masyarakat belajar.

Pemikiran Reflektif
Siswa belajar paling efektif ketika mereka mengembangkan kemampuan untuk eksis kembali dalam mengakuisisi informasi atau gagasan. Seiring perjalanan waktu, mereka mengembangkan kreativitas meningkatkan kemampuan mereka untuk berpikir kritis tentang informasi dan ide, dan kemampuan metakognitifnya.

Pembelajaran Baru
Siswa belajar paling efektif ketika mereka memahami apa yang mereka pelajari, mengapa mereka belajar materi itu dan bagaimana mereka akan dapat menggunakan pembelajaran baru mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran Bersama
Siswa belajar ketika mereka terlibat dalam kegiatan bersama dan percakapand dengan orang lain, termasuk anggota keluarga dan orang-orang yang ada dalam masyarakat luas.

Koneksi Pengalaman
Siswa belajar dengan baik ketika mereka mampu mengintegrasikan pembelajaran baru dengan pengalaman apa yang sudah mereka pahami.

Kesempatan Belajar
Siswa belajar paling efektif ketika mereka memiliki waktu dan kesempatan untuk terlibat dengan berlatih dan mentransfer pembelajaran baru.

Sebagai Penyelidikan
Karena setiap strategi pembelajaran bekerja secara berbeda dalam konteks yang berbeda untuk berbagai siswa, paedagogi yang efektif mensyratkan bahwa guru menyelidiki dampak ajaran mereka pada siswanya.

Teknologi Informasi dan komunikasi (TIK) memiliki pengaruh besar pada dunia di mana orang-orang muda hidup. E-learning yaitu belajar yang didukung atau difasilitasi oleh TIK memiliki potensi yang cukup besar untuk mendukung pendekatan pengajaran dengan tidak melupakan dimensi paedagogi. Sekolah sebaiknya tidak hanya mengeksplorasi bagaimana TIK dapat menambah cara mengajar tradisional, tetapi juga bagaimana bisa membuka cara belajar baru dan berbeda.

Fenomena Kontemporer
TIK telah memberi warna sendiri dalam proses pembelajaran serta melahirkan pemikiran 
baru di bidang paedagogi. Kehadiran TIK di sekolah menyusul alat-alat ilmiah seperti teleskop dan mikroskop yang ada sebelumnya memungkinkan kegiatan pembelajaran berakselerasi. Dalam sistem pembelajaran yang makin interaktif, tugas utama guru tidak untuk memahami dan melaksanakan organisasi de novo atau diisolasi dari peserta didik di dalam kelas.




DAFTAR PUSTAKA:

Danim, Sudarwan (2010). Paedagogi, Andragogi, dan Heutagogi. Bandung: Alfabeta 

Apakah Yang Dimaksud Dengan Paedagogi Praktis ?

Minggu, 01 April 2012

Paedagogi praktis merupakan pengaplikasian dari ilmu paedagogi dan menerapkan teori-teori dari paedagogi teoritis. Paedagogi praktis menempatkan dirinya dalam situasi pendidikan dan tertuju pada pelaksanaan realisasi dari cita (ideal) yang tersusun dalam ilmu mendidik teoritis. Sekalipun paedagogi itu secara keseluruhan merupakan ilmu praktis, namun dijelaskan pula aspeknya yang mengenai teori dan yang ditunjukan pada tindakannya. Paedagogi vernakular merupakan kata lain merupakan kata lain dari paedagogi praktis. Paedagogi formal merupakan upaya mengembangkan prinsip-prinsip dan teori-teori paedagogi yang efektif melalui penelitian yang sistematis, lebih abstrak dan lebih umum daripada paedagogi vernakular atau paedagogi praktis.


Saat kami masi duduk di bangku sekolah dulu, banyak guru yang belum menerapkan ilmu paedagogi. Mereka pun mengajar masih dengan sangat konvensional dan tidak jarang menggunakan kekerasan fisik seperti mencubit, menjambak, memukul dengan penggaris, dll. Bahkan dahulu pun guru-guru suka bertindak kasar bukan hanya dengan tindakan namun juga dengan ucapan mereka sehingga banyak siswa yang takut terhadap gurunya. Cara mengajar yang seperti ini sebenarnya tidak baik karena dengan seperti ini membuat murid takut terhadap gurunya bahkan untuk bertanya mengenai pelajaran yang tidak mereka ketahui pun mereka tidak berani karena takut untuk dipukul. Akan tetapi dibalik itu semua, ada juga manfaat yang bisa kita ambil yaitu dengan  cara pengajaran seperti itu membuat siswa lebih mudah diatur dan disiplin. Cara mengajar guru pada zaman dahulu juga lebih teoritis dimana mereka menyampaikan materi hanya berdasarkan  teori-teori yang sudah ada di buku dan pengaplikasiannya sangat minim sehingga cenderung membosankan. Bila kita bandingkan pada zaman sekarang ini yaitu abad ke-21, bisa kita lihat bahwa cara mengajar guru sudah tidak menggunakan kekerasan lagi. Cara mengajar mereka sudah lebih bervariasi sesuai dengan perkembangan teknologi. Banyak murid yang sudah tidak takut lagi pada gurunya di zaman sekarang ini sehingga mereka tidak terlalu memperhatikan apa yang diajarkan oleh gurunya di kelas bila kita bandingkan dengan guru di abad ke- 20. Tak mengherankan banyak anak zaman sekarang mengikuti les untuk bisa menambah pengetahuan mereka karena apa yang mereka terima di sekolah kurang cukup bagi orangtua mereka. Seiring dengan perkembangan teknologi diharapkan pula guru-guru di abad ke-21 ini bisa belajar lebih banyak lagi sehingga tidak ketinggalan dalam hal ilmu dan cara mengajar yang akan diberikan pada peserta didik sehingga proses belajar mengajar dapat lebih efektif dan efisien.

Daftar Pustaka :
Danim, Sudarwan. (2010). Pedagogi, Andragogi dan Heutagogi.Bandung: Alfabeta

Minggu, 29 April 2012

Micro Teaching

Diposting oleh 10081 Eva Violesia Bangun di 20.22 3 komentar

KELOMPOK 7

Observasi :
            Observasi pertama dilakukan pada tanggal 15 April 2012 . Kelompok mencoba sensasi baru dengan mengumpulkan anak – anak berumur sekitar 6 – 10 tahun di rumah terdekat lalu kelompok mengunjungi salah satu rumah murid untuk melihat dan mencari tahu kesulitan – kesulitan pelajaran yang mereka hadapi di sekolah. Berdasarkan hasil observasi kelompok mengetahui bahwa kesulitan pelajaran yang mereka hadapi di sekolah adalah pelajaran bahasa inggris, matematika dan kewarganegaraan. Dari ketiga pelajaran tersebut, yang menjadi masalah utama adalah bahasa Inggris, sedangkan pelajaran lainnya hanya ditemui pada beberapa murid. Kelompok memutuskan untuk mengajarkan bahasa inggris pada mereka dikunjungan pertama untuk mengetahui sejauh mana pmahaman mereka dikarenakan kelompok melihat mereka cukup lemah dalam berbahasa inggris. Dan kelompok merasa penting bahwa mereka perlu mengetahui lebih baik dalam berbahasa inggris dengan bahasa inggris yang sudah menjadi bahasa internasional akan memudahkan mereka dalam proses pembelajaran. Kelompok melakukan kunjungan kedua pada hari Sabtu, 21 April 2012 dengan tujuan untuk melihat sejauh mana perkembangan mereka.  

Perencanaan 
Konsep micro teaching
1. Landasan Teori
Mulai abad 21, proses pembelajaran dengan konsep micro teaching sudah sangat populer di dunia pendidikan, tetapi kebanyakan para pendidik kurang memahami makna pendidikan. Mereka selama ini hanya sebatas melakukan tugas mereka sebagai pengajar dan melupakan tugas utama mereka sebagai pendidik dan pembimbing. Untuk itulah, perlu diluruskan kembali makna dari proses pendidikan. Oleh karena itu, kami berusaha memahami konsep micro teaching melalui teori guru yang baik, seni dan ilmu mengajar serta paedagogi praktis. Seperti yang diketahui, paedagogi praktis tidak hanya mengetahui apa yang dituliskan di teori tapi dengan mengaplikasikannya dengan melaksanakan micro teaching ini. Bagi pendidik, paedagogi praktis tidak hanya berbicara mengenai seni mengajar melainkan juga mendorong banyak pendidik untuk mendesain ulang pemahaman akan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan kemajuan zaman. Pendidik harus mempertimbangkan pemberdayaan siswa sebagai penyambung generasi masa depan. Dengan adanya pedagogi praktis,maka konsep pedagogi yang abstrak bisa menjelma menjadi pedagogi yang konkrit yang artinya tidak hanya sekedar dipahami tetapi juga bagaimana cara mengaplikasikannya. Bagi peserta didik,mereka menjadi mampu memahami pedagogi yang konkrit ini dengan bimbingan guru yang baik.
Adapun ciri-ciri guru yang baik itu antara lain:
  •  Memiliki kesadaran akan tujuan
  • Memiliki harapan akan keberhasilan bagi semua siswa
  • Mentoleransi ambiguitas
  • Menunjukkan kemampuan beradaptasi dan berubah untuk memenuhi kebutuhan siswa
  • Merasa kurang nyaman jika kurang mengetahui
  • Mencerminkan komitmen pada pekerjaan mereka
  • Belajar dari berbagai model
  • Menikmati pekerjaan dan siswa mereka sendiri.


Untuk menjadi guru yang baik maka pendidik seharusnya memilik beberapa kualitas seperti berikut :
  • ·         Confidence
  • ·         Patience
  • ·         True compassion for their students
  • ·         Understanding
  • ·         The ability to look at life in a different way and to explain a topic in a different    way
  • ·         Dedication to excellence
  • ·         Unwavering support
  • ·         Willingness to help student achieve
  • ·         Pride in student’s accomplishments
  • ·         Passion for life


Apabila seorang guru sudah memilik beberapa ciri-ciri di atas,seorang guru tidak dituntut untuk hanya bisa memiliki pengetahuan teoritis yang tinggi. Tetapi seorang guru juga harus memiliki seni dalam ilmu mengajar. Maksudnya pendidik mampu memahamkan teori kepada peserta didiknya dengan cara yang unik dan menyenangkan. Interaksi yang terjadi diantara peserta didik dan pendidik tidak monoton. Maksudnya dalam proses pendidikan tidak hanya berasal dari guru saja tetapi bisa di dapat dari banyak cara. Dalam proses belajar-mengajar seorang guru tidak hanya ‘asik’ sendiri dalam proses pembelajaran. Tetapi mengajak siswanya untuk ikut berpikir.
Selain itu, dalam proses micro teaching seorang guru yang sudah memenuhi ciri-ciri di atas, maka dalam hal meningkatkan motivasi peserta didik, pendidik dapat memberikan reward, baik berupa  hadiah maupun pujian. Pendidik senantiasa tersenyum walaupun peserta didik membuat kesalahan agar mereka tidak merasa diremehkan.  
2. Lokasi
Jl. Dr. Mansyur, Gang Sipirok No. 8C
3. Waktu
Minggu, 15 April 2012 pukul 15.00 – 18.00
Sabtu, 21 April 2012 pukul 12.05 – 15.00
4. Rencana Kegiatan
Minggu, 15 April 2012
·         15.00 – 15.20 perkenalan
·         15.20 – 17.50 micro teaching
·         17.50 – 18.00 penutupan
Sabtu, 21 April 2012
·         12.10 12.20 perkenalan
·         12.20 – 14.45 micro teaching
·         14.45 – 15.00 penutupan
5. Perlengkapan
·         Handy cam
·         Kamera
·         Alat tulis
6. Perincian Biaya
·         Ongkos : 6000 x 7 = 42.000
·         Reward : 5000 x 4 = 20.000
Jumlah = Rp 62.000,00

Pelaksanaan
            Pelaksanaan micro teaching kelompok kami sesuai dengan perencanaan yang telah kami rencanakan. Kami melakukan kegiatan micro teaching di salah satu rumah di Jalan Dr. Mansyur Gg. Sipirok no.8c dengan mengumpulkan anak-anak berumur sekitar  6-10 tahun (kelas I, IV, V SD). Kunjungan pertama kami laksanakan pada hari Minggu,15 April 2012. Setiba di lokasi kami memulai pembicaraan dengan orangtua murid dan murid untuk membangun rapport. Setelah rapport mulai terbentuk dan anak sudah mulai bisa untuk menerima kami, kami pun langsung memulai proses mengajar. Awalnya kami mengajar murid satu per satu yang terdiri dari Ferdy, Ata, dan Nila serta membantu mereka memahami dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru mereka di sekolah. Keempat orang teman kami ( Weillun, Steven, Eva, dan Fauzi) melihat dan mencari tahu kesulitan pelajaran yang mereka hadapi di sekolah. Kami menemukan bahwa mereka mengalami kesulitan pada pelajaran bahasa Inggris, Kewarganegaraan, dan Matematika. Akan tetapi, pelajaran yang paling tersulit untuk mereka bertiga adalah bahasa Inggris hingga pada akhirnya kami memutuskan untuk mengajarkan pelajaran tersebut kepada ketiga murid ini di kunjungan kedua
Kunjungan kedua kami laksanakan pada hari Sabtu, 21 April 2012. Kami memulai perjalanan dari kampus ke lokasi pada jam 12 siang dan tiba di sana sekitar jam 12.10. Setiba di lokasi kami juga memulai pembicaraan dengan orangtua murid dan murid. Di kunjungan kedua ini kami sudah melaksanakan proses micro teaching. Dalam pelaksanaan micro teaching ini,  kami mengajarkan ketiga peserta didik tersebut (Ferdi, Ata, dan Nila)  untuk berbicara dalam Bahasa Inggris (conversation). Kami mengajarkan mereka tentang bagaimana untuk memperkenalkan diri dalam bahasa Inggris. Ketiga orang teman kami yaitu Weillun, Steven, dan Putri membimbing mereka dengan penuh kesabaran. Dimulai dengan kata “Hi” untuk memperkenalkan diri dan menjelaskan kepada mereka arti dari kata tersebut. Lalu berlanjut dengan mengucapkan salam yaitu “Good Afternoon” sambil tetap menjelaskan arti dari kata tersebut. Lalu berlanjut lagi dengan alamat rumah, nama sekolah, kelas, cita-cita dan diakhiri dengan sapaan untuk mengakhiri pembicaraan. Dalam mengajarkan conversation ini, tiap anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk berbicara dan bila mereka berhasil mengucapkannya dengan benar kami akan bertepuk tangan dan tersenyum manis. Akan tetapi, bagi yang pengucapannya belum benar, kami tidak menghukum melainkan mengajarkan kembali kepada mereka bagaimana pengucapan yang benar hingga akhirnya mereka bisa mengucapkannya dengan benar.
Setelah selesai mengajarkan conversation tentang perkenalan diri, kami melanjutkan dengan belajar menyebutkan anggota tubuh dalam bahasa Inggris. Disini kami menunjuk salah satu bagian anggota tubuh dan mengatakan pada mereka nama anggota tubuh tersebut dalam bahasa Inggris dan meminta mereka untuk mengulangnya dengan tujuan supaya mereka dapat lebih mengingat nama tersebut. Misalnya Putri menunjuk hidung dan mengatakan “nose”, lalu menanyakan kembali kepada adik-adik tersebut sambil menunjuk hidung “ini apa adik-adik?” Lalu mereka menjawab “nose” dan begitu seterusnya. Dalam mengajarkan hal ini tentu saja kesabaran dibutuhkan karena kemampuan kognitif setiap orang berbeda-beda.Disamping itu untuk menghindari kebosanan selama proses micro teaching ini,  kami mengadakan kuis kecil-kecilan yang memberikan reward bagi yang berhasil menjawab apa yang ditanyakan. Hal ini tentu saja dapat meningkatkan motivasi peserta didik sehingga mereka lebih semangat lagi untuk mempelajari bahasa Inggris.
Oleh karena itu, bisa dilihat bahwa selama proses kegiatan micro teaching ini kami sebagai guru yang baik memiliki beberapa kualitas yaitu percaya diri yang ditunjukkan selama proses pengajaran, kesabaran, pemahaman, mendukung mereka sepenuhnya, dan memiliki kemauan untuk membantu mereka mencapai keberhasilan.

Laporan Kegiatan
            Dari mulai perencanaan dengan berdiskusi tentang konsep micro teaching kelompok, subjek yang menjadi target, dan landasan teori yang menjadi bukti empirik, hingga pada pelaksanaan yang cukup memuaskan menurut kelompok. Menurut kelompok, tanpa perencanaan yang matang serta anggota kelompok yang berkomitmen untuk menyelesaikannya, kelompok merasa ini pasti tidak akan selesai sesuai perencanaan yang sudah meliputi konsep, landasan teori, dan subjek paedagogi apabila ada satu saja kelompok yang tidak bertanggung jawab dan berkomitmen.
            Di dalam pelaksanaan, kelompok merasa tidak bisa sepenuhnya sesuai dengan rencana sebab tergantung individu yang akan kami terapkan konsep ini, namun semua itu tidak menjadi masalah sebab semua anggota bekerja sebagai satu tim yang berkontribusi sehingga bisa terlaksana micro teaching ini dengan baik dan tepat sasaran sesuai perencanaan. Dalam proses pelaksanaan, yang dimulai dari tahap observasi (perkenalan diri dengan subjek paedagogi kelompok) kelompok memulainya dengan “senyuman” dan “friendly approach” serta sering menyebutkan nama mereka saat proses micro teaching berlangsung dengan harapan bisa menimbulkan interaksi antara peserta didik dan pendidik. Obrolan singkat dengan peserta didik membuat kami mengetahui apa yang mereka butuhkan sehingga kelompok memutuskan untuk menyusun strategi apa yang sesuai dengan peserta didik demikian. Kelompok menggunakan konsep guru yang baik dimana sudah kelompok cantumkan dalam landasan teori. Sesuai dengan landasan teori kelompok sehingga kelompok mengaplikasikannya ke dalam micro teaching kali ini.
Beberapa dari ciri-ciri guru yang baik, yang sudah berhasil kelompok  terapkan dalam kegiatan micro teaching ini, yaitu:
a.         Memiliki kesadaran akan tujuan
Dalam kegiatan micro teaching ini kelompok sadar akan tujuan yang dimiliki. Tujuannya adalah dapat menambah pengetahuan mereka mengenai bahasa Inggris dan memudahkan mereka mempelajari bahasa Inggris sehingga dapat bermanfaat untuk ke depannya.
b.         Memiliki harapan akan keberhasilan bagi semua siswa
Seperti yang kita ketahui bahwa bahasa Inggris sudah menjadi bahasa Internasional, maka kami sangat berharap dengan pelajaran yang kami ajarkan ini dapat bermanfaat untuk keberhasilan mereka dalam mencapai cita-cita.
c.         Mencerminkan komitmen pada pekerjaan mereka
Kelompok berkomitmen untuk mengajar dengan baik dan mengeluarkan kemampuan sepenuhnya untuk mengajar mereka sesuai dengan kemampuan yang dimiliki semksimal dan seoptimal mungkin.
d.         Menikmati pekerjaan dan siswa
Kelompok sangat enjoy dalam membawakan materi bahasa Inggris kepada mereka. Kelompok menikmati proses dan juga interaksi yang terjadi diantara pendidik dengan mereka semua. Walaupun cukup susah dalam mengajarkan materi tersebut kepada mereka, tapi pendidik terus berusaha untuk memahamkan materi tersebut kepada mereka. Hal tersebut karena pendidik sangat menikmati tugas mengajar tersebut dan tidak lupa dicerminkan dalam bentuk perilaku sehingga mereka merasakan kesungguhan pendidik dalam proses belajar mengajar.
Hasil Pelaksanaan
Hasilnya adalah ketika diuji pada saat setelah pendidik selesai menjalankan tugasnya, dibentuklah sebuah kuis untuk menguji mereka dengan cara yang menyenangkan dan asik, yaitu dengan memberikan reward bagi yang berhasil maupun yang tidak berhasil menjawabnya dimana yang berhasil mendapat lebih banyak daripada yang tidak berhasil.
Namun yang menjadi pusat perhatian kelompok, bukanlah seberapa banyak hadiah yang dapat mereka terima, tetapi proses belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan bagi mereka sehingga memahami materi yang pendidik sampaikan dengan perasaan senang. Dan alhasil, pendidik berhasil membuat suasana belajar yang menyenangkan, mereka tidak hanya mampu menjawab dengan berani, tetapi terlihat senyuman rasa senang dan percaya diri yang tersirat dalam wajah dan mata mereka dimana pada awalnya kelompok tidak melihatnya. Ternyata bila mengerjakan sesuatu dengan sungguh-sungguh, orang lain yang menjadi objek perilaku dapat merasakan pengaruhnya.
Pendidik dalam kelompok kami yang dengan sabar mengajarkan materi pada mereka, menetapkan tujuan dari awal sebelum memberikan materi untuk dipelajari pendidik, selalu memberikan harapan pada peserta didiknya, berusaha meningkatkan motivasi, tidak merendahkan kemampuan mereka, berusaha mengerti apa yang sebenarnya yang diinginkan dan dibutuhkan oleh peserta didik. Di usia mereka yang tergolong “children” dimana anak – anak pada usia ini sudah bisa mengerjakan sesuatu dengan kemampuan sendiri, dalam hal ini melihat apakah mereka bisa mengembangkan sifat “autonomy” ataukah “shame and doubt”. Pendidik meilhat apapun yang dapat diselesaikan peserta didik selalu dihargai dengan benar dan tepat, jadi jika mereka memang “benar” maka mendapat pujian yang pantas, namun tetap jika mereka “salah” atau “kurang tepat” mereka tidak dibentak atau dikatain, tetapi tetap mendapat pujian bahwa mereka hamper benar tinggal sedikit lagi. Dengan melakukan ini, kelompok berharap bisa mengembangkan sifat “autonomy” dalam diri daripada “shame and doubt”. Tidak lupa seiring dengan keberhasilan ataupun ketidakberhasilan mereka, pendidik tetap memberikan yang terbaik buat peserta didiknya.
Dengan menerapkan itu semua, kelompok bisa membangkitkan semangat belajar mereka dimana terbukti dalam kunjungan kedua kelompok, peserta didiknya menjadi sedikit rajin dan mulai terlihat percaya diri mulai menunjukkan rasa ingin tahu mereka dimana pada saat kunjungan pertama mereka tidak memberikan pertanyaan sebelum ditanyaain. Ada perbedaan kunjungan pertama dengan kunjungan kedua walupun tidak terlalu signifikan, tetapi tetap terjadi perubahan, dan tentunya kea rah yang lebih baik, kelompok berharap pendidik pada abad 21 ini lebih memerhatikan apa yang diinginkandan dibutuhkan peserta didik, selalu melihat sudut pandang peserta didiknya dan selalu memberikan dukungan untuk peserta didiknya untuk berkembang sesuai dengan potensi atau bakat yang dimiliknya dengan tidak menjatuhkan peserta didiknya. “Children” bisa melihat “kesungguhan” kita walaupun usiannya yang masih muda. Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah dalam memberikan didikan kepada peserta didik agar mereka tahu bahwa kita memberikan yang terbaik untuk diri mereka, karena memang seperti beginilah seharusnya tugas dan tanggung jawab seorang pendidik. 





Kamis, 12 April 2012

Testimoni UTS

Diposting oleh 10081 Eva Violesia Bangun di 05.38 0 komentar










Minggu, 08 April 2012

UTS Paedagogi

Diposting oleh 10081 Eva Violesia Bangun di 17.19 6 komentar

Sabtu, 07 April 2012

Paedagogi, TIK, dan Fenomena Kontemporer

Diposting oleh 10081 Eva Violesia Bangun di 23.02 0 komentar
Untuk sebagian besar selama dua dekade kita telah keliru karena energi kita berfokus pada pembelajaran perangkat lunak yang baru dan fungsi alat-alat baru dengan terlalu sedikit perhatian untuk paedagogi. Dalam beberapa dekade terakhir banyak sekolah telah berjanji bahwa jaringan sekolah sering dikombinasikan dengan penggunaan teknologi baru yang akan merevolusi kelas dan membawakan sebuah renaisans belajar.



Di banyak Negara, promosi penggunaan laptop untuk siswa sudah menjadi semacam mode. Bahkan di Indonesia, sebuah organisasi pernah mencanangkan 1 guru 1 laptop.
Belajar tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial dan budaya. Siswa belajar lebih baik ketika mereka merasa diterima, menikmati hubungan positif dengan sesame siswa dan guru, dan ketika mereka dapat menjadi aktif, terlibat sebagai anggota masyarakat belajar.

Pemikiran Reflektif
Siswa belajar paling efektif ketika mereka mengembangkan kemampuan untuk eksis kembali dalam mengakuisisi informasi atau gagasan. Seiring perjalanan waktu, mereka mengembangkan kreativitas meningkatkan kemampuan mereka untuk berpikir kritis tentang informasi dan ide, dan kemampuan metakognitifnya.

Pembelajaran Baru
Siswa belajar paling efektif ketika mereka memahami apa yang mereka pelajari, mengapa mereka belajar materi itu dan bagaimana mereka akan dapat menggunakan pembelajaran baru mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran Bersama
Siswa belajar ketika mereka terlibat dalam kegiatan bersama dan percakapand dengan orang lain, termasuk anggota keluarga dan orang-orang yang ada dalam masyarakat luas.

Koneksi Pengalaman
Siswa belajar dengan baik ketika mereka mampu mengintegrasikan pembelajaran baru dengan pengalaman apa yang sudah mereka pahami.

Kesempatan Belajar
Siswa belajar paling efektif ketika mereka memiliki waktu dan kesempatan untuk terlibat dengan berlatih dan mentransfer pembelajaran baru.

Sebagai Penyelidikan
Karena setiap strategi pembelajaran bekerja secara berbeda dalam konteks yang berbeda untuk berbagai siswa, paedagogi yang efektif mensyratkan bahwa guru menyelidiki dampak ajaran mereka pada siswanya.

Teknologi Informasi dan komunikasi (TIK) memiliki pengaruh besar pada dunia di mana orang-orang muda hidup. E-learning yaitu belajar yang didukung atau difasilitasi oleh TIK memiliki potensi yang cukup besar untuk mendukung pendekatan pengajaran dengan tidak melupakan dimensi paedagogi. Sekolah sebaiknya tidak hanya mengeksplorasi bagaimana TIK dapat menambah cara mengajar tradisional, tetapi juga bagaimana bisa membuka cara belajar baru dan berbeda.

Fenomena Kontemporer
TIK telah memberi warna sendiri dalam proses pembelajaran serta melahirkan pemikiran 
baru di bidang paedagogi. Kehadiran TIK di sekolah menyusul alat-alat ilmiah seperti teleskop dan mikroskop yang ada sebelumnya memungkinkan kegiatan pembelajaran berakselerasi. Dalam sistem pembelajaran yang makin interaktif, tugas utama guru tidak untuk memahami dan melaksanakan organisasi de novo atau diisolasi dari peserta didik di dalam kelas.




DAFTAR PUSTAKA:

Danim, Sudarwan (2010). Paedagogi, Andragogi, dan Heutagogi. Bandung: Alfabeta 

Minggu, 01 April 2012

Apakah Yang Dimaksud Dengan Paedagogi Praktis ?

Diposting oleh 10081 Eva Violesia Bangun di 08.09 0 komentar

Paedagogi praktis merupakan pengaplikasian dari ilmu paedagogi dan menerapkan teori-teori dari paedagogi teoritis. Paedagogi praktis menempatkan dirinya dalam situasi pendidikan dan tertuju pada pelaksanaan realisasi dari cita (ideal) yang tersusun dalam ilmu mendidik teoritis. Sekalipun paedagogi itu secara keseluruhan merupakan ilmu praktis, namun dijelaskan pula aspeknya yang mengenai teori dan yang ditunjukan pada tindakannya. Paedagogi vernakular merupakan kata lain merupakan kata lain dari paedagogi praktis. Paedagogi formal merupakan upaya mengembangkan prinsip-prinsip dan teori-teori paedagogi yang efektif melalui penelitian yang sistematis, lebih abstrak dan lebih umum daripada paedagogi vernakular atau paedagogi praktis.


Saat kami masi duduk di bangku sekolah dulu, banyak guru yang belum menerapkan ilmu paedagogi. Mereka pun mengajar masih dengan sangat konvensional dan tidak jarang menggunakan kekerasan fisik seperti mencubit, menjambak, memukul dengan penggaris, dll. Bahkan dahulu pun guru-guru suka bertindak kasar bukan hanya dengan tindakan namun juga dengan ucapan mereka sehingga banyak siswa yang takut terhadap gurunya. Cara mengajar yang seperti ini sebenarnya tidak baik karena dengan seperti ini membuat murid takut terhadap gurunya bahkan untuk bertanya mengenai pelajaran yang tidak mereka ketahui pun mereka tidak berani karena takut untuk dipukul. Akan tetapi dibalik itu semua, ada juga manfaat yang bisa kita ambil yaitu dengan  cara pengajaran seperti itu membuat siswa lebih mudah diatur dan disiplin. Cara mengajar guru pada zaman dahulu juga lebih teoritis dimana mereka menyampaikan materi hanya berdasarkan  teori-teori yang sudah ada di buku dan pengaplikasiannya sangat minim sehingga cenderung membosankan. Bila kita bandingkan pada zaman sekarang ini yaitu abad ke-21, bisa kita lihat bahwa cara mengajar guru sudah tidak menggunakan kekerasan lagi. Cara mengajar mereka sudah lebih bervariasi sesuai dengan perkembangan teknologi. Banyak murid yang sudah tidak takut lagi pada gurunya di zaman sekarang ini sehingga mereka tidak terlalu memperhatikan apa yang diajarkan oleh gurunya di kelas bila kita bandingkan dengan guru di abad ke- 20. Tak mengherankan banyak anak zaman sekarang mengikuti les untuk bisa menambah pengetahuan mereka karena apa yang mereka terima di sekolah kurang cukup bagi orangtua mereka. Seiring dengan perkembangan teknologi diharapkan pula guru-guru di abad ke-21 ini bisa belajar lebih banyak lagi sehingga tidak ketinggalan dalam hal ilmu dan cara mengajar yang akan diberikan pada peserta didik sehingga proses belajar mengajar dapat lebih efektif dan efisien.

Daftar Pustaka :
Danim, Sudarwan. (2010). Pedagogi, Andragogi dan Heutagogi.Bandung: Alfabeta